Wujudkan Toleransi dan Kerukunan Antar Umat Beragama, FKUB Sultra Gelar Kegiatan Penguatan Moderasi Beragama

Pengurus FKUB Prov. Sultra

LANGITSULTRA.COM | KENDARI – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Prov. Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar kegiatan Penguatan Moderasi Beragama dan Sosialisasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 & No. 9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, Sabtu (19/03/2022) di Hotel Azizah Syariah Kendari.

Kegiatan yang bertujuan untuk mewujudkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama di Prov. Sultra ini bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Sultra dan juga Kanwil Agama Prov. Sultra.

Kegiatan dengan tema Penguatan Moderasi kerukunan beragama di Sulawesi Tenggara yang aman, rukun, maju, sejahtera dan bermartabat ini turut dihadiri oleh Forkopimda Sulawesi Tenggara dan juga para tokoh lintas agama dan organisasi kemasyarakatan yang ada di Sultra.

Drs. H. A. Rustam Tamburaka, M.Si dalam sambutannya mengatakan bahwa penguatan moderasi beragama sangat penting bagi masyarakat plural dan multi kultural seperti Indonesia, karena hanya dengan cara itulah keberagaman dapat disikapi dengan bijak. Selain itu, Toleransi dan keadilan juga dapat terwujud.

“Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi yaitu keadilan dan keseimbangan. Bukan agama jika ia mengajarkan kedzaliman, angkara murka dan kerusakan di muka bumi. Agama tidak perlu di moderasi lagi, tetapi yang perlu dimoderasi adalah cara pandang seseorang dalam beragama agar tidak berubah menjadi radikal dan intoleran”. Lanjutnya.

Dirinya juga mengapresiasi kerukunan umat beragama di Sulawesi Tenggara yang dinilai sudah baik dan berdasarkan survei dari Diklat Keagamaan Sulawesi Selatan, Indeks kerukunan umat beragama di Sultra diatas rata-rata sebesar 70 % yang menjadi kebanggaan untuk Sulawesi Tenggara.

Namun dirinya juga menyoroti banyaknya berita bohong atau hoaks yang beredar di media sosial hanya untuk menarik keuntungan sesaat dengan menafikan kebenaran yang ada. Adanya pemahaman radikalisme dan sikap intoleran serta gerakan eksklusif dan berkaitan dengan ekonomi yang menjadi tranding di media sosial seperti krisis minyak goreng, apabila tidak disikapi dengan bijak dapat memicu munculnya krisis kepercayaan dan berlanjut pada terancamnya persatuan dan kesatuan bangsa.

“Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki beragam suku, agama, ras dan golongan serta budaya. Keberagaman tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki Indonesia, namun dalam implementasinya dinamika ekspresi keberagaman di era demokrasi saat ini, terkadang memunculkan potensi ketegangan dan konflik antar masyarakat dan antar umat beragama. Oleh Karena itu, diperlukan kearifan untuk menyikapi salah satunya adalah dengan menanamkan moderasi beragama untuk menjaga keharmonisan bangsa.” Tandasnya.

Dirinya berharap, kegiatan ini mampu meningkatkan harmonisasi dan keutuhan kerukunan umat beragama di wilayah Sulawesi Teggara khususnya dan di Indonesia pada umumnya agar tetap dalam kondisi aman, rukun, sejahtera dan bermartabat.

Kemudian Dr. H. Abu Baeda, M.Pdi (Staff Khusus Wakil Gubernur Bidang Kesejahteraan Masyarakat) mewakili wakil gubernur Sultra dalam sambutannya mengatakan di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara terdapat kendala dan juga gesekan dalam perijinan dan pendirian rumah ibadah yang sempat ditolak oleh masyarakat. Namun peran pemerintah serta tokoh agama dan tokoh masyarakat yang persuasif sehingga rumah-rumah ibadah itu terbentuk.

“Di Wayong, di Punggolaka dan di Mekar waktu itu sempat terjadi gesekan dalam pendirian rumah ibadah namun karena kerukunan yang kita ciptakan dan musyawarah dan mufakat, kegiatan pendirian rumah ibadah dapat terlaksana dengan baik”. Ucapnya.

Tradisi-tradisi kerukunan beragama yang ada di masyarakat perlu dikembangkan untuk mewujudkan toleransi dan harmonisasi antar umat beragama. Saling menghargai dan mengormati. Peran ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat juga diperlukan agar umat tidak menjadi provokator yang dapat menimbulkan perpecahan.

“Ulama, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta tokoh merupakan tauladan kepada umatnya sehingga peranannya sangat penting dalam moderasi beragama sehingga menciptakan kondusifitas, harmonis dan toleransi dalam beragama dan bermasyarakat.”. Lanjutnya.

Kerukanan antar umat beragama dan intern umat beragama perlu adanya penguatan dan dialog antar umat beragama untuk mencari solusi terhadap masalah-masalah yang timbul antar masyarakat. Begitupun dengan intern umat beragama, dialog sangat penting untuk menyatukan persepsi walaupun visi dan misi berbeda.

“Oleh karena itu, dialog antar umat beragama dan intern umat beragama perlu dilaksanakan secara terjadwal, untuk menyikapi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat”. Tutupnya.

Tim Liputan : Langit Sultra
Editor : Ewa

Pos terkait