Dugaan Pembangunan di Kawasan Hutan Produksi hingga Aliran Proyek Pemerintah, RT ‘Siluman’ Terendus di Baruga

LANGITSULTRA.COM | KENDARI – Seyogyanya, Rukun Tetangga (RT) dalam suatu wilayah kecamatan dibentuk sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah setempat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Disisi lain, pembentukan RT dalam suatu wilayah berpedoman pada Surat Keputusan Presiden nomor 49 tahun 2001 tentang syarat-syarat pembentukan lembaga ditingkat bawah kelurahan yang disebut Rukun Tetangga (RT).

Salah satu syarat pembentukan RT dalam aturan tersebut, dilihat dari tingkat kebutuhan masyarakat.

Bacaan Lainnya

Selain itu, untuk mengukuhkan suatu RT minimal terdiri 30 Kepala Keluarga (KK) dan maksimal 60 KK dan diusul melalui musyawarah warga di wilayah setempat.

Namun, dalam pelaksanaannya, di wilayah Kecamatan Baruga khususnya di wilayah Rukun Warga (RW) 8 Baruga Kota Kendari terasa ganjil.

Dari penelusuran awak media ini, tepatnya di kawasan hutan Nanga-nanga yang bersebelahan dengan Lapas perempuan Kendari terdapat suatu wilayah yang disebut RT 21.

Ironisnya, di tempat itu tidak ada satu pemukiman yang terlihat melainkan hanya hamparan tanah lapang yang ditumbuhi semak belukar.

Muh. Ikhsan selaku Ketua Aliansi Generasi Muda Sultra Bersatu (AGMSB) melihat kondisi tersebut, ia sangat prihatin.

Menurutnya, harusnya pemerintah maupun pihak terkait tidak ikut melegalkan pembentukan RT yang cacat administratif itu.

“Inikan sudah pembohongan publik dan juga merugikan negara. Masa ada RT 21 di hutan, ini sama saja RT siluman. Karena ada nama RT tapi nda ada KK atau warga yang tinggal. Parahnya, disitu lancar turun bantuan dari pemerintah. Baik bantuan sembako maupun alat pertanian”, ungkapnya.

Lebih lanjut, dirinya menambahkan bahwa RT 21 yang konon dipimpin oleh Bakar itu berada di atas lahan Hutan Produksi.

“Ternyata ini hanya tameng saja, sehingga saudara Bakar memanfaatkan kawasan hutan produksi tersebut sebagai lahan pengolahan kayu. Ini jelas merugikan negara, aparat penegak hukum harusnya turun tangan”, terangnya.

Dirinya membeberkan bawah Dinas Kehutanan Provinsi seolah tutup mata melihat kondisi hutan yang telah dijarah secara liar itu.

“Dimana perannya kehutanan, Polhut dan lain-lain. Jangan sampai ini ada persekongkolan oleh oknum tertentu dengan saudara Bakar”, tambahnya.

Dirinya menuturkan, jika perambahan hutan sudah terjadi bertahun-tahun, mengapa tidak ada tindakan tegas dari kehutanan? Apalagi, jika melihat hasil verifikasi oleh Dishut sudah tiga kali justru selalu gagal.

“Artinya, kalau gagal terus berarti ada masalah serius. Seharusnya, pihak Kehutanan mengambil sikap tegas”, jelasnya.

Di tempat terpisah, Ketua RW 8 Kecamatan Baruga, Juslan membenarkan adanya RT 21 tersebut.

Dirinya mengatakan bahwa jumlah KK di RT tersebut sekitar tiga KK. Selanjutnya ia kembali sampaikan bahwa ada tujuh KK secara keseluruhan.

“Jumlah RT di wilayah RW 08 sudah tiga. Yakni RT 19, RT 20 dan RT 21, Kalau jumlah KK sekira 80-an, jumlah itu terdiri dari RT 21 ada 3 KK yang tinggal, RT 20 ada 30 lebih, RT 19 sekitar 40 lebih. Jadi totalnya 80 lebih”, ucapnya dalam sambungan telepon seluler.

Ia kembali menambahkan, untuk KK di RT 21 ada tujuh KK. Sementara warganya rata-rata dari Gunung Jati.

“Oh ada lagi 4 KK ada pa Abas, pak Bagus bu Vero dan daeng Jumma 4 jiwa. Jadi 7 KK semua. Tapi saya kurang hafal, eh nanti saya anu pak, nanti kalau ada waktu kita ketemu nah”, bebernya.

Sebelum mematikan telepon, Juslan sempat mengungkapkan, jika pemukiman RT 21 adalah kawasan hutan Produksi.

“Itu masuk hutan produksi yang kita dengar, Masa terbentukanya nanti saya cek karena masih jaman Bisman Saranani. Saya juga menjabat sebagai RW sejak tahun 2001”, tutupnya.


Editor : Ewa

Pos terkait